AKUNTAN PUBLIK PRIA DAN WANITA TERHADAP ISU-ISU YANG BERKAITAN DENGAN AKUNTAN PUBLIK WANITA
telah lama menjadi perhatian
dan penelitian-penelitian substansial yang berfokus pada isu-isu
mengenai akuntan publik wanita. Hal ini dikarenakan selama 20 tahun
terakhir, jumlah wanita yang memasuki profesi akuntan publik telah
meningkat secara drastis Trapp et al.(1989) dalam Yvonne (2004). Isu-isu
mengenai akuntan wanita yang berprofesi sebagai akuntan publik,
sebenarnya tidak terlepas dari masalah gender. Sejarah perjalanan wanita
di bidang akuntansi merefleksikan suatu perjuangan panjang untuk
mengatasi penghalang-penghalang dan batasan yang diciptakan oleh
struktur sosial yang kaku, diskriminasi, pembedaan gender, ketidaksamaan
konsep, dan konflik antara rumah tangga dan karir (Ried et al., 1987
dalam Yvonne (2004)).
Gender harus dibedakan dari
pengertian dan batasan seks (Fakih,1996) dalam Ayu (1999). Pemahaman dan
pembedaan terhadap jenis kelamin sangatlah diperlukan dalam melakukan
analisis untuk memahami persoalan-persolan ketidakadilan sosial yang
menimpa wanita. Hal ini disebabkan karena ada kaitan yang erat antara
perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender
inequalities) serta kaitannya terhadap ketidakadilan gender dengan
struktur ketidakadilan masyarakat secara luas.
Terminologi jenis kelamin
mengacu pada status reproduktif dan individual seseorang sebagai pria
atau wanita atas dasar genital. Sedangkan gender mengacu pada status
legal, sosial dan individual seseorang sebagai pria atau wanita, atau
campuran dari keduanya, atas dasar kriteria perilaku fisik. Istilah
penting lain yang berkaitan dengan gender adalah stereotip peran gender
atau gender role stereotypeI, yaitu keyakinan mengenai karakteristik
yang dianggap benar tentang pria dan wanita (Eccles and Hoffman, 1984)
dalam Ayu (1999).
Sejarah perbedaan gender antara
pria dan wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena
itu terbentukya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal,
diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi
secara sosial, kultural, melalui ajaran keagamaan bahkan oleh Negara.
Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak
melahirkan ketidakadilan gender. Namun, yang menjadi persoalan, ternyata
perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi
pria maupun wanita. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur
di mana baik kaum pria dan wanita menjadi korban dari sistem tersebut.
Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan,
yakni: marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi dalam
pengambilan keputusan, stereotyping dan diskriminasi, pelabelan negatif,
kekerasan (violence), bekerja lebih panjang dan memikul beban ganda (
Fakih, 1999 dalam Ayu,1999).
Isu mengenai pengaruh gender
merebak dan meningkat di lingkungan kerja ketika terjadi perubahan
komposisi pekerjaan berdasarkan jenis kelamin di perusahaan. Perubahan
komposisi pekerjaan di lingkungan kerja mendorong para manajer untuk
mempertimbangkan strategi dalam mengelola pengaruh gender terhadap
kinerja personal (Abdurahim, 2000). Sejak tahun 1970-an, komposisi
pegawai wanita di lingkungan pekerjaan menunjukkan perkembangan. Pegawai
wanita telah banyak menunjukkan keberhasilannya dalam mengkombinasikan
antara karir dan keluarga serta memasuki karir profesional pada
lingkungan perusahaan didominasi oleh pria seperti profesi akuntan
publik, hukum, industri dan perdagangan. Selanjutnya dalam penelitiannya
dikatakan bahwa sampai sekarang para pekerja wanita belum menunjukkan
keberhasilannya dalam menempati jabatan puncak dalam perusahaan.
Di Indonesia sendiri masuknya
wanita di pasar kerja pada saat ini menunjukkan jumlah yang semakin
besar, demikian dengan kecendrungan semakin banyaknya wanita karir
(Susanne, 2003). Sementara itu, Hasibuan (1996) dalam Yvonne (2004)
menyatakan bahwa meskipun partisipasi wanita dalam pasar kerja di
Indonesia meningkat secara signifikan namun demikian masih ada
diskriminasi dan menjadi masalah besar terhadap pekerja wanita.
Bidang akuntansi publik juga
merupakan salah satu bidang yang tidak terlepas dari diskriminasi
gender. Dalam suatu studi yang dilakukan oleh Walkup dan Fenzau (1980)
dalam Yvonne (2004) dikatakan bahwa 41% dari responden yang mereka
teliti yaitu para akuntan publik, merasakan adanya bentuk-bentuk
diskriminasi yang telah mempengaruhi karir mereka. Sebaliknya, hanya 21%
dari responden yang masih dipekerjakan dalam profesi ini, yang
merasakan adanya diskriminasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar