Jumat, 11 Januari 2013

Tugas Softskill Terakhir


1.      Bagaimana budaya organisasi bisa mempengaruhi prilaku etis?
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
1.      Perilaku etis berkaitan dengan istilah etika, moral dan etika
-          Etika (kata benda) adalah suatu sistem atau aturan moral seseorang, keagamaan, kelompok, profesi dan sebagainya.
-          Moral (kata sifat) adalah kemampuan untuk membedakan antara hal-hal yang benar dan salah baik dan kurang baik suatu tindakan atau karakter tertentu.
-          Etis (kata sifat) adalah kemampuan memilih etika atau moralitas, sesuai dengan standar moral atau aturan-aturan yang ada dalam kelompok atau profesi tertentu.
Perilaku etis adalah tindakan yang secara etis dapat membedakan mana yang benar dan salah sesuai dengan aturan-aturan  moral. diterima oleh masyarakat.  tidak berarti bahwa tindakan yang sesuai dengan peraturan (legal) adalah selalu etis. perilaku etis adalah suatu perilaku menurut aturan (legal) ditambah sesuatu hal yang lain. Sesuatu hal yang lain ini adalah standar moral, atau sesuatu yang dilandaskan pada nilai-nilai norma kelompok atau nilai-nilai atau norma-norma yang memberi arti terhadap aturan-aturan moral.
Pengertian masyarakat adalah berarti kelompok, organisasi dan berarti masyarakat secara umum.

2.      Beberapa isu etis yang sering dijumpai dalam dunia  kerja antara lain :
1.      Keadilan dan kejujuran,  menyangkut kepatuhan pada semua peraturan dan undang-undang; perlakuan diskriminasi, masalah praktik penipuan, intimidasi, penyajian informasi keliru secara sengaja, informasi yang menyesatkan, peluang celah-celah hukum,  dan lain-lain.
2.      Hubungan-hubungan organisasional,  persoalan-persoalan seperti pelecehan seksual, pembocoran informasi rahasia, perampasan ide rekan kerja, pembatalan kesepakatan secara sepihak, pemaksaan terhadap pihak lain untuk berperilaku tidak etis, praktek monopoli, dan sebagainya.
3.      Konflik kepentingan,  memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan pribadi dan merugikan organisasi atau pihak-pihak lain, contohnya: praktik KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme), praktek uang pelicin, kebiasaan jam karet, korupsi waktu, dan sebagainya.
4.       Komunikasi,  masalah komunikasi bisnis (terutama iklan) yang menyesatkan, contohnya berkaitan dengan label “100% halal”, “low fat, fat free, natural preservative”; praktik penipuan diskon (harga telah dinaikkan baru didiskon), menyembunyikan informasi, memanfaatkan “blow-up” informasi, dan seterusnya.

3.      FAKTOR-FAKTOR PENGARUH 
a.      Faktor Individu, tingkat pengetahuan, nilai moral, sikap pribadi, tujuan pribadi, dan lain-lain.
b.      Faktor Sosial,  norma budaya; keputusan, tindakan dan perilaku rekan kerja; serta nilai moral dan sikap kelompok referensi (seperti suami/istri/pacar, teman, saudara, dll).
c.        Kesempatan/Peluang,  kebebasan yang ‘diberikan’ organisasi pada setiap karyawan untuk berperilaku tidak etis. Hal ini tercermin pada kebijakan, prosedur, dan kode etik organisasional.

4.      UPAYA PENDORONGPERILAKU ETIS
1.      Peran pemerintah, penyusunan peraturan dan penegakan law enforcement melalui penerapan Good Governance.
2.      Peran asosiasi bisnis, perancangan, pemberlakuan dan pemantauan implementasi ethical guidelines atau business conducts  yang berlaku untuk setiap anggotanya dengan pemberian sanksi profesi.
3.       Peran perusahaan, penyusunan dan pemberlakuan kode etik (pedoman tertulis perilaku yang dapat diterima dan etis yang diharapkan oleh sebuah organisasi, termasuk sanksi pelanggarannya), inisiatif aktif para manajer untuk berperan sebagai role model dalam pembuatan keputusan etis, melatih karyawan agar dapat membuat keputusan secara etis, dan penugasan ethics officers sebagai koordinator pelaksanaan kode etik dalam organisasi. Pembentukan lembaga kepatuhan terhadap peraturan (compliance) langsung di bawah Direksi Utama.
4.      Peran individual karyawan, melalui  kebiasaan whistle blowing (menginformasikan kepada wartawan, publik atau pemerintah mengenai perilaku tidak etis di tempat kerjanya.
5.      Peran individual karyawan, melalui  kebiasaan whistle blowing (menginformasikan kepada wartawan, publik atau pemerintah mengenai perilaku tidak etis di tempat kerjanya.


2.      apa yang menentukan tingkatan intensitas masalah etika

banyak sekali hal - hal di dunia ini yang mendapat permasalahan atas etika atau kode etik, dan diantaranya permasalahan yang menentukan intensitas masalah kode etik adalah :
  1. pelecehan seksual.
  2. diskriminasi pekerjaan
  3. perlakuan semena - mena kepada orang lain
  4. kurangnya tanggung jawab terhadap sesama umat
  5. kurang mengutamakan keadilan

3.      Fakta apakah yang mempengaruhi etika secara internasional?
a.        Faktor Individual, menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening pengeluaran, mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat kerja, menerima suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui perintah atasan.
b.      Faktor Organisasional, masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang ditekan untuk mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat demi kepentingan keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh melakukan perbuatan yang tidak sah demi keuntungan unit kerjanya.
c.        Faktor Asosiasi, seorang akuntan, penasihat,dokter, dan konsultan manajer harus melihat anggaran dasar atau kode etik organisasi profesinya sebagai pedoman sebelum ia memberikan saran pada kliennya.
d.       Faktor Masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi menentukan perbuatan yang dapat diterima secara sah.
e.         Faktor Internasional, masalah-msalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena faktor nilai-nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan.

4.      Fakta apakah yang mempengaruhi etika secara internasional?
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng menyatakan dirinya siap menjadi justice collaborator atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Namun, Andi menyatakan tak mau mengaku bersalah. Padahal, syarat menjadi justice collaborator adalah pengakuan tersangka atau terdakwa atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
"Rasanya apa yang saya lakukan atau apa yang dilakukan tim Elang Hitam menjelaskan seluk-beluk kasus Hambalang bisa membantu KPK. Rasanya ini lebih dari justice collabolator," ucap Andi, Kamis (10/1/2013), dalam jumpa pers di kantor Freedom Institute, Jakarta.
Setelah Andi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Rizal Mallarangeng selaku perwakilan keluarga langsung membentuk tim investigasi yang disebut "Elang Hitam". Tim ini melakukan penelusuran fakta terkait kasus Hambalang. Temuan-temuan tim pun selalu disiarkan ke publik setiap pekan.
"Apa yang dilakukan, adik saya dukung sepenuhnya supaya kita bisa melihat seluruh angle sehingga KPK bisa mengusut tuntas," ucap Andi.
Usai melakukan jumpa pers, Andi kemudian ditanya wartawan tentang kesiapannya mengaku bersalah sebagai salah satu syarat menjadi justice collaborator. Andi pun menegaskan dirinya tak akan melakukan pengakuan itu.
"Kalau orang nggak tahu, bagaimana? Kalau saya, apa yang kami lakukan adalah berusaha untuk menjelaskan semua persoalan ini dengan sebenar-benarnya sehingga bisa jelas terungkap," ucapnya.
Dengan menjadi justice collaborator, tuntutan terhadap Andi Mallarangeng bisa dipastikan lebih ringan. Selain itu, dia juga bisa mendapatkan remisi atau pengurangan masa tahanan.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku tidak akan menawarkan hal itu kepada Andi. "Untuk ke arah sana, ada pada tersangka. Ada beberapa persyaratan menjadi justice collaborator. seperti dia mengakui bersalah dan mau membongkar kejahatannya," ucap Johan Budi kemarin.