1.
Bagaimana budaya organisasi bisa mempengaruhi prilaku
etis?
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama
yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lainnya. Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana
karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait
dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi
adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat
evaluatif.
1.
Perilaku etis berkaitan dengan istilah etika, moral
dan etika
-
Etika (kata benda) adalah suatu sistem atau aturan
moral seseorang, keagamaan, kelompok, profesi dan sebagainya.
-
Moral (kata sifat) adalah kemampuan untuk membedakan
antara hal-hal yang benar dan salah baik dan kurang baik suatu tindakan atau
karakter tertentu.
-
Etis (kata sifat) adalah kemampuan memilih etika atau
moralitas, sesuai dengan standar moral atau aturan-aturan yang ada dalam
kelompok atau profesi tertentu.
Perilaku etis adalah
tindakan yang secara etis dapat membedakan mana yang benar dan salah sesuai
dengan aturan-aturan moral. diterima oleh masyarakat. tidak berarti bahwa tindakan yang sesuai
dengan peraturan (legal) adalah selalu etis. perilaku etis adalah suatu perilaku menurut aturan
(legal) ditambah sesuatu hal yang lain. Sesuatu hal yang lain ini adalah standar
moral, atau sesuatu yang dilandaskan pada nilai-nilai norma kelompok atau
nilai-nilai atau norma-norma yang memberi arti terhadap aturan-aturan moral.
Pengertian
masyarakat adalah berarti kelompok, organisasi dan berarti masyarakat secara
umum.
2.
Beberapa isu
etis yang sering dijumpai dalam dunia
kerja antara lain :
1. Keadilan dan
kejujuran, menyangkut kepatuhan pada semua
peraturan dan undang-undang; perlakuan diskriminasi, masalah praktik penipuan,
intimidasi, penyajian informasi keliru secara sengaja, informasi yang
menyesatkan, peluang celah-celah hukum,
dan lain-lain.
2. Hubungan-hubungan
organisasional,
persoalan-persoalan seperti pelecehan seksual, pembocoran informasi
rahasia, perampasan ide rekan kerja, pembatalan kesepakatan secara sepihak,
pemaksaan terhadap pihak lain untuk berperilaku tidak etis, praktek monopoli,
dan sebagainya.
3. Konflik
kepentingan, memanfaatkan
situasi tertentu untuk kepentingan pribadi dan merugikan organisasi atau
pihak-pihak lain, contohnya: praktik KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme),
praktek uang pelicin, kebiasaan jam karet, korupsi waktu, dan sebagainya.
4. Komunikasi, masalah komunikasi bisnis (terutama iklan)
yang menyesatkan, contohnya berkaitan dengan label “100% halal”, “low fat,
fat free, natural preservative”; praktik penipuan diskon (harga telah
dinaikkan baru didiskon), menyembunyikan informasi, memanfaatkan “blow-up”
informasi, dan seterusnya.
3.
FAKTOR-FAKTOR
PENGARUH
a. Faktor
Individu, tingkat pengetahuan, nilai moral, sikap pribadi, tujuan pribadi, dan
lain-lain.
b. Faktor
Sosial, norma budaya; keputusan, tindakan
dan perilaku rekan kerja; serta nilai moral dan sikap kelompok referensi
(seperti suami/istri/pacar, teman, saudara, dll).
c. Kesempatan/Peluang, kebebasan yang ‘diberikan’ organisasi pada
setiap karyawan untuk berperilaku tidak etis. Hal ini tercermin pada kebijakan,
prosedur, dan kode etik organisasional.
4.
UPAYA
PENDORONGPERILAKU ETIS
1.
Peran pemerintah, penyusunan peraturan dan
penegakan law enforcement melalui penerapan Good Governance.
2.
Peran asosiasi bisnis, perancangan,
pemberlakuan dan pemantauan implementasi ethical guidelines atau business
conducts yang berlaku untuk setiap
anggotanya dengan pemberian sanksi profesi.
3.
Peran perusahaan,
penyusunan dan pemberlakuan kode etik (pedoman tertulis perilaku yang dapat
diterima dan etis yang diharapkan oleh sebuah organisasi, termasuk sanksi
pelanggarannya), inisiatif aktif para manajer untuk berperan sebagai role
model dalam pembuatan keputusan etis, melatih karyawan agar dapat membuat
keputusan secara etis, dan penugasan ethics officers sebagai koordinator
pelaksanaan kode etik dalam organisasi. Pembentukan lembaga kepatuhan terhadap
peraturan (compliance) langsung di bawah Direksi Utama.
4.
Peran individual karyawan, melalui kebiasaan whistle blowing (menginformasikan
kepada wartawan, publik atau pemerintah mengenai perilaku tidak etis di tempat
kerjanya.
5.
Peran individual karyawan, melalui kebiasaan whistle blowing (menginformasikan
kepada wartawan, publik atau pemerintah mengenai perilaku tidak etis di tempat
kerjanya.
2. apa yang menentukan tingkatan intensitas masalah etika
banyak
sekali hal - hal di dunia ini yang mendapat permasalahan atas etika atau kode
etik, dan diantaranya permasalahan yang menentukan intensitas masalah kode etik
adalah :
- pelecehan seksual.
- diskriminasi pekerjaan
- perlakuan semena - mena kepada orang lain
- kurangnya tanggung jawab terhadap sesama umat
- kurang mengutamakan keadilan
3. Fakta apakah yang mempengaruhi etika secara internasional?
a. Faktor Individual, menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening pengeluaran, mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat kerja, menerima suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui perintah atasan.
b. Faktor Organisasional, masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang ditekan untuk mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat demi kepentingan keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh melakukan perbuatan yang tidak sah demi keuntungan unit kerjanya.
c. Faktor Asosiasi, seorang akuntan, penasihat,dokter, dan konsultan manajer harus melihat anggaran dasar atau kode etik organisasi profesinya sebagai pedoman sebelum ia memberikan saran pada kliennya.
d. Faktor Masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi menentukan perbuatan yang dapat diterima secara sah.
e. Faktor Internasional, masalah-msalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena faktor nilai-nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan.
4. Fakta apakah yang mempengaruhi etika secara internasional?
Mantan Menteri Pemuda dan
Olahraga Andi Alfian
Mallarangeng menyatakan dirinya siap menjadi justice
collaborator atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dalam kasus
dugaan korupsi proyek
Hambalang. Namun, Andi menyatakan tak mau mengaku bersalah. Padahal,
syarat menjadi justice collaborator adalah
pengakuan tersangka atau terdakwa atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
"Rasanya apa yang saya
lakukan atau apa yang dilakukan tim Elang Hitam menjelaskan seluk-beluk
kasus Hambalang bisa membantu KPK. Rasanya ini lebih dari justice
collabolator," ucap Andi, Kamis (10/1/2013), dalam jumpa pers
di kantor Freedom Institute, Jakarta.
Setelah Andi ditetapkan
sebagai tersangka oleh KPK, Rizal Mallarangeng selaku perwakilan
keluarga langsung membentuk tim investigasi yang disebut "Elang
Hitam". Tim ini melakukan penelusuran fakta terkait kasus Hambalang.
Temuan-temuan tim pun selalu disiarkan ke publik setiap pekan.
"Apa yang dilakukan, adik
saya dukung sepenuhnya supaya kita bisa melihat seluruh angle
sehingga KPK bisa mengusut tuntas," ucap Andi.
Usai melakukan jumpa pers, Andi
kemudian ditanya wartawan tentang kesiapannya mengaku bersalah sebagai salah
satu syarat menjadi justice collaborator. Andi
pun menegaskan dirinya tak akan melakukan pengakuan itu.
"Kalau orang nggak tahu,
bagaimana? Kalau saya, apa yang kami lakukan adalah berusaha untuk menjelaskan
semua persoalan ini dengan sebenar-benarnya sehingga bisa jelas
terungkap," ucapnya.
Dengan menjadi justice
collaborator, tuntutan terhadap Andi Mallarangeng bisa dipastikan
lebih ringan. Selain itu, dia juga bisa mendapatkan remisi atau pengurangan
masa tahanan.
Juru Bicara KPK Johan Budi
mengaku tidak akan menawarkan hal itu kepada Andi. "Untuk ke arah sana,
ada pada tersangka. Ada beberapa persyaratan menjadi justice
collaborator. seperti dia mengakui bersalah dan mau membongkar
kejahatannya," ucap Johan Budi kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar